Senin, 24 Oktober 2016

Kalki Awatara di Penghujung Zaman Kaliyuga

Kutipan dari ayat-ayat Kitab Suci Veda yang menyatakan siapa sesungguhnya Kalki-avatāra melalui ciri-ciri dan kegiatan rohani-Nya. Kaliyuga dimulai pada sekitar 3 ribu tahun sebelum Masehi dan mencapai pengaruh totalnya atas bumi bersamaan dengan dimulainya zaman industrialisasi pada abad ke-15. Rentang waktu sepuluh ribu tahun berikutnya setelah Kaliyuga mencengkeram seluruh muka bumi disebut Premayuga atau zaman emas. Rentang waktu ini disebut zaman keemasan karena pada rentang waktu sepuluh ribu tahun ini, umat manusia mendapat kesempatan untuk pulang kembali kepada Tuhan dengan cara mempraktikkan cara pengucapan nama suci Tuhan (Harināma Saṇkīrtana) yang dipelopori oleh Sri Caitanya Mahaprabhu. Dengan kata lain, masa sepuluh ribu tahun ini ibarat secercah cahaya harapan bagi umat manusia di dalam gelapnya kebodohan dan dosa-dosa di Zaman Kaliyuga. Tulisan-tulisan berikutnya akan membahas mengenai siapa sesungguhnya Caitanya Mahaprabhu dan misi penyelamatan besar-besaran dalam Premayuga ini.



Ketika periode 10.000 tahun Premayuga menjelang berakhir, sifat kebodohan menjadi sangat kuat dan menyelimuti pikiran umat manusia sehingga manusia kehilangan minat akan hal-hal rohani. Setiap manusia akan menjadi tidak berketuhanan. Para penyembah Tuhan, para bhakta, dan resi-resi yang suci yang tertinggal di bumi setelah misi keselamaan dalam Premayuga berakhir akan menjadi manusia-manusia yang unik dan aneh dibandingkan dengan manusia pada umumnya yang tidak berketuhanan. Karena itu, para penyembah Tuhan Sri Krishna, Sri Visnu, akan diburu di mana-mana di setiap kota seperti binatang. Akhirnya, para bhakta Tuhan meninggalkan kota, hidup bersembunyi di gua-gua dan pegunungan, atau memilih meninggalkan dunia. Mereka bahkan akan meninggalkan tanah suci Bharata-varsa (India). Ini dijelaskan dalam Kitab Suci Veda Kalki Purāṇa, di mana Śrī Viṣṇuyāsa, yang kelak menjadi ayah Kalki, berkata, “Kali ini para brāhmaṇa yang saleh pun meninggalkan negeri Bhārata (India) karena disiksa oleh Kepribadian Kali yang perkasa, yang iri pada orang-orang saleh dan penyembah-penyembah Tuhan Sri Visnu, dan yang menghancurkan prinsip-prinsip keagamaan,” (Kalki Purāṇa 2.45).

Karena pengaruh kegelapan Zaman Kaliyuga, manusia-manusia suci yang memiliki sifat rohani akan lenyap dari muka bumi. Pada saat itulah kegelapan Zaman Kali menjadi kuat dengan tersebarnya pengaruh gelapnya di seluruh dunia. Pada saat itulah seluruh ramalan pada Bab 4 Kalki Purāṇa menjadi kenyataan tanpa bisa dihentikan.

Segala sesuatu akan menjadi sangat buruk ketika Zaman Kali terus berlanjut. Bumi akan menjadi seperti salah satu planet neraka di mana setiap makhluk yang dilahirkan akan ditakdirkan untuk menderita. Ada korupsi dalam pemerintahan dan para pelindung negara sehingga mereka tidak lebih baik daripada pencuri. Rakyat tidak akan mendapatkan perlindungan pemerintah. Mereka akan menjadi korban kejahatan tanpa perlindungan. Setiap orang akan bertengkar. Dunia akan berubah menjadi medan pertempuran dan ladang pertengkaran yang terjadi terus-menerus. Pada akhirnya, setelah 432.000 tahun sejak awal Zaman Kali (3108 sebelum Masehi), Tuhan Sri Visnu akan muncul dalam inkarnasi-Nya yang kedua puluh dua sebagai Penghukum Tertinggi, Kalki.

Kemunculan Kalki Avatāra sebagaimana diuraikan dalam Kalki Purāṇa  Ada banyak inkarnasi atau avatāra Tuhan. Kitab Veda Śrīmad-Bhāgavatam menyatakan :
Wahai para Brāhmaṇa, inkarnasi Tuhan Śrī Hari (Krishna) tidak terhitung banyaknya, seperti jumlah air yang mengalir dari mata air.”

Semua wujud inkarnasi itu kekal dan selamanya bersemayam di dunia rohani. Akan tetapi, di antara semua wujud rohani Tuhan, Kitab Veda Śrīmad-Bhāgavatam 1.3.28 secara tegas dan khusus menyebutkan: kṛṣṇas tu bhagavan svayam: Tuhan Śrī Krishna adalah wujud Kepribadian Tuhan yang asli. Semua wujud-Nya yang lain adalah ekspansi penuh diri-Nya sendiri (disebut ekspansi svāṁśa), atau ekspansi sebagian dari diri-Nya yang memiliki potensi atau kemahakuasaan sebagian dari diri-Nya (ini disebut ekspansi vibhinnāṁśa). Semua ekspansi tersebut kadang turun ke dunia material ini untuk melaksanakan tugas tertentu. Tuhan Sri Krishna menurunkan ekspansi-Nya sendiri, yang tidak berbeda dengan diri-Nya sendiri khususnya jika pelaksanaan prinsip-prinsip Dharma (keagamaan) mengalami kemerosotan di setiap planet dan jika para ateis dan orang-orang yang jahat merajalela. Jadi, Tuhan tidak hanya berinkarnasi di bumi, namun di seluruh planet di alam semesta. Pada Zaman Kaliyuga, selama beratur-ratus tahun bumi dipenuhi oleh kekacauan dan ketimpangan dalam masyarakat. Kiab Suci Veda memprediksi bahwa pada akhir Zaman Kaliyuga yang berlangsung selama 432.000 tahun manusia, Tuhan sendiri akan turun dalam wujud Kalki untuk menegakkan kembali tatanan masyarakat yang rohani (varṇāśrama dharma). Kitab Suci Veda Śrīmad Bhāgavatam menyatakan :

Setelah itu, menjelang peralihan Zaman Kaliyuga ke Zaman Satyayuga berikutnya, Tuhan Penguasa Semesta akan muncul di muka bumi dengan nama Kalki dan menjadi putra Viṣṇuyaśa. Pada saat itu, mental para penguasa dunia telah merosot menjadi perampok.

Tuhan Kalkideva akan muncul di kediaman brāhmaṇa terkemuka dari Desa Śambhalā bernama Viṣṇuyaśa.”

Pada akhir Zaman Kali, ketika tidak ada lagi pembicaraan tentang Tuhan, bahkan di kediaman orang-orang yang namanya saja orang suci dan orang-orang terhormat dari tiga varṇa yang lebih tinggi, dan ketika kekuasaan pemerintah jatuh ke tangan menteri-menteri yang dipilih dari golongan śudra yang berkelahiran rendah (tidak beradab) atau orang-orang babar yang lebih rendah lagi, dan ketika manusia melupakan tentang tatacara pelaksanaan korban suci kepada Tuhan, bahkan dengan kata-kata, saat itulah Tuhan muncul sebagai penghukum tertinggi.”

Kata bhagavan berarti Tuhan, bukan dewa, leluhur, nabi atau manusia. Tuhan berbeda dengan dewa, nabi atau manusia. Hanya Tuhan yang diberi gelar bhagavan dalam Kitab Suci Veda. Jadi, Kalki adalah Tuhan yang muncul di dunia ini, bukan utusan Tuhan atau dewa. Dalam ayat 1.3.25, kata nāmnā berarti ‘menyandang nama’ atau ‘memakai nama.’ Dengan jelas dapat kita simpulkan bahwa nama inkarnasi Tuhan adalah Kalki, sehingga Kalki bukanlah nama samaran atau nama rujukan pada satu kepribadian. Kitab Suci Veda Bhakti Rasāmṛta Sindhu yang disusun oleh Śrīla Rūpa Gosvāmī menyatakan bahwa nama, bentuk, sifat dan kegiatan Tuhan berada dalam tataran mutlak dan kekal. Jadi, nama Kalki juga adalah kekal. Jika Kitab Suci Veda nyebutkan nama Tuhan, maka seperti itulah adanya. Sebagai contoh, Śrīmad Bhāgavatam yang sama menyebutkan dua puluh dua inkarnasi utama Tuhan Sri Krishna dari awal Kalpa hingga kini, dan semua nama inkarnasi tersebut bukanlah nama samaran, rujukan, istilah atau sebutan, melainkan nama yang sesungguhnya, misalnya Narasiṁha, Rāma, Varāha, Kūrma, Dattatreya, Vyāsa, Paraśurāma, dan sebagainya. Kitab Suci Veda tidak pernah menyebutkan bahwa Rāma Avatāra adalah sosok pribadi dengan nama yang lain, misalnya Pak X atau Y. Singkatnya, nama yang disebutkan dalam setiap ayat Veda adalah nama yang sesungguhnya, demikian pula nama tempat dan peristiwa. Inilah bukti bahwa Kitab Purāṇa adalah kitab yang memuat peristiwa-peristiwa sejarah di masa lampau yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan Tuhan di muka bumi, di planet lain, atau di kediaman-Nya di dunia rohani, Vaikuṇṭha.

Mungkin muncul pertanyaan: apakah Kitab Suci Veda tidak perlu ditafsirkan? Bukankah nama tokoh dan tempat itu adalah suatu perumpamaan atau ciri-ciri? Pertama, Kitab Suci Veda turun dari dunia rohani, yang adalah nimeṣārdhakhyo vā brajati na hi yatrāpi samayaḥ, yang tidak diliputi oleh masa lalu, masa kini dan masa depan. Segala sesuatu telah ada di dunia rohani, dan Kitab Suci Veda memuat hanya sepercik kemuliaan tentang Tuhan dan dunia rohani. Karena Kitab Suci Veda memuat Kebenaran Mutlak yang rohani, maka Kitab Suci Veda tidak dapat ditafsirkan secara duniawi dan kebenaran yang tertuang di dalamnya tidak bisa dijangkau oleh alam pikiran duniawi.

Karena itu, Kitab Suci Mahābhārata menyatakan :

Hendaknya engkau jangan mencoba untuk mengerti Tuhan dengan angan-angan, tafsiran dan spekulasimu sendiri.”


Kedua, karena Kitab Suci Veda bersifat rohani, mutlak dan di luar jangkauan pikiran manusia, bagaimana mungkin orang-orang duniawi yang belum menginsafi Tuhan dapat memberikan tafsiran yang benar? Jika para penganut Veda yang awam saja cenderung keliru dan perlu bimbingan rohani yang tepat dalam mempelajari Veda, bagaimana kita bisa berpikir bahwa tafsiran orang-orang yang menentang Veda bisa jadi lebih akurat dan benar? Ketiga, jika kita berbicara tentang tokoh dan peristiwa sejarah, kita tidak berbicara tentang perumpamaan. Sejarah adalah fakta, dan tokohnya juga adalah fakta. Karena Kitab Sejarah Purāṇa bersifat mutlak dan diturunkan dari dunia rohani, baik masa lalu, masa kini dan masa depan semua berada dalam jangkauan sejarah.

Kitab Viṣṇu Purāṇa (Skanda 4, Bab 24) juga menjelaskan bahwa,
Ketika kegiatan-kegiatan rohani Veda dan hukum-hukum Veda hampir dilupakan, dan akhir Zaman Kali menjelang tiba, ekspansi Tuhan yang kekal dan berada atas tenaga rohani-Nya sendiri, yang adalah awal dan akhir segala sesuatu, yang mengetahui segala sesuatu, akan muncul di muka bumi. Dia akan muncul sebagai Kalki di keluarga Viṣṇuyaśa, seorang brāhmaṇa terkemuka di Desa Śambalā, dengan dilengkapi delapan jenis kekuatan mistik.”

Kitab Mahābhāratra (Vana Parva, 190.93-97) memuat tambahan keterangan tentang ciri-ciri Kalki Avatāra pada akhir Kaliyuga :
Karena waktunya telah tiba, seorang brāhmaṇa bernama Kalki Viṣṇuyaśa akan muncul. Dia memiliki tenaga, kecerdasan dan kekuatan yang sangat besar. Dia muncul di Desa Śambalā di sebuah keluarga brāhmaṇa yang teberkati. Dia bisa mengendalikan kendaraan, senjata, pasukan, dan tameng hanya dengan memikirkannya. Dia akan menyatukan dunia, senantiasa menang karena kekuatan-Nya. Dia akan mengembalikan varṇāśrama-dharma dan kedamaian di dunia yang dibanjiri oleh ketimpangan hukum. Brāhmaṇa yang cemerlang dan cendekia itu akan menghancurkan segala sesuatu. Dia akan menjadi penghancur segalanya dan membuat zaman baru [Satya-Yuga]. Dia dikelilingi oleh para brāhmaṇa dan Dia akan membinasakan semua golongan mleccha (golongan yang tidak mematuhi Veda) yang hina di mana pun mereka bersembunyi.”  

Kitab Agni Purana (16.7-9) juga menyatakan bahwa :
"Ketika orang-orang anarya (yang tidak beradab) menyamar menjadi raja-raja dan menyiksa orang-orang saleh dan memakan daging manusia, Kalki, sebagai putra Viṣṇuyaśa, dan Yajñavalkya sebagai pendeta dan gurunya, akan membinasakan para anarya ini dengan senjata-Nya. Dia akan mengembalikan empat susunan ideal dalam masyarakat (varṇāśrama). Setelah itu, orang-orang akan kembali ke jalan kebenaran."

Kitab Padma Purana (6.71.279-282) merujuk bahwa :
"Tuhan Kalki akan mengakhiri zaman kekuasaan Kali dan membunuh semua golongan mleccha (orang kelas rendah yang tidak berperadaban) yang licik, sehingga Dia akan mengembalikan keadaan dunia. Dia akan mengumpulkan semua brāhmaṇa terkemuka dan menetapkan Kebenaran Tertinggi. Dia mengetahui Kebenaran yang saat itu telah dihancurkan dan Dia akan menghilangkan rasa lapar para brāhmaṇa dan orang-orang saleh. Dia akan menjadi penguasa tugal atas bumi dan tidak bisa ditaklukkan. Dia akan menjadi lambang kemenangan dan dipuji seluruh dunia."

Untuk mengklarifikasi ramalan ini, juga disebutkan dalam Brahmā-Vaivarta Purāṇa (Prakṛtī Khaṇḍa, Bab 7.60, Ayat 58-59) tentang bagaimana kondisi menjelang akhir Zaman Kaliyuga dan apa saja kegiatan dan tujuan kedatangan Kalki :
Pada saat itu akan ada kekacauan di bumi. Di mana-mana ada pencuri dan perampok. Pada saat itu, di rumah brāhmaṇa bernama Viṣṇuyaśa, Tuhan Śrī Nārāyaṇa akan muncul dalam salah satu ekspansi kekal-Nya dalam wujud Kalki yang Agung sebagai putra brāhmaṇa itu. Dengan mengendarai seekor kuda yang gagah dan memegang pedang di tangan-Nya, Dia akan membinasakan semua mleccha [orang-orang licik, egois dan tidak beradab] di muka bumi. Demikianlah bumi akhirnya bebas dari para mleccha dan setelah itu Tuhan akan menghilang kembali ke kediaman-Nya.”

Dalam ayat-ayat ini kita bisa menyimpulkan bahwa :
"Tuhan Kalki akan datang sebagai penegak hukum atau ksatriya. Pada masa itu bumi akan dipenuhi orang-orang yang tidak mengerti logika dan kitab suci. Mereka terlalu bodoh dan dungu, tidak bisa diajarkan pengetahuan rohani tentang tujuan sejati kehidupan. Mereka tidak dapat mengerti apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara hidup yang benar. Karena itu, mereka pasti tidak bisa mengubah cara hidup mereka karena kebodohan yang sangat kasar. Karena itu, Tuhan Kalkideva tidak muncul untuk mengajari manusia tentang prinsip-prinsip agama namun hanya untuk menghukum, membinasakan dan membersihkan bumi dari para penjahat".

Atas alasan ini, Kitab Suci Śrīmad Bhāgavatam 10.40.22 menjelaskan bahwa Tuhan Kalki adalah pembunuh para mleccha (manusia kelahiran rendah yang biadab) serta golongan rendah yang makan daging yang menyamar sebagai raja.

Terkait dengan hal ini, kita merujuk pada Padma Purana (6.242.8-12) mengenai ramaln bahwa Tuhan Kalki akan muncul di Desa Śambalā menjelang berakhirnya Kaliyuga. Dia muncul di keluarga brāhmaṇa Viṣṇuyaśa yang adalah Svayambhuva-manu pada penjelmaan sebelumnya. Dijelaskan lebih lanjut bahwa Svayambhuva melakukan pertapaan di Hutan Naimiṣāraṇya di tepi Sungai Gomatī. Ketika Tuhan Śrī Viṣṇu muncul, Svayambhuva memohon karunia agar Tuhan muncul sebagai putranya dalam tiga kali kelahiran. Tuhan, karena puas dengan permohonan Svayambhuva, memberikannya karunia bahwa Dia sendiri akan muncul sebagai putra Svayambhuva sebanyak tiga kali, yaitu Śrī Rāma, Krishna dan Kalki. Sehingga, Svayambhuva dilahirkan tiga kali dalam tiga zaman berbeda sebagai Dasaratha, Vasudeva dan Viṣṇuyaśa. Dalam Padma Purāṇa (1.40.46) kita menemukan ayat yang menjelaskan bahwa Tuhan Śrī Viṣṇu muncul pada Zaman Kaliyuga sebagai Kalki.

Hal ini dijelaskan secara lebih rinci dalam Kitab Kalki Purana (2.4-8) ketika para dewa, dipimpin oleh Dewa Brahmā, menghadap Tuhan Śrī Viṣṇu untuk mendapat penyelesaian tentang keadaan bumi pada Zaman Kaliyuga.

“Setelah mendengarkan pertanyaan para dewa, Tuhan Śrī Hari, yang disebut Puṇḍarikākṣa karena memiliki mata bagaikan bunga lotus berkata, ‘Wahai Brahmā, janganlah ragu bahwa Aku segera akan turun ke bumi dan muncul di Desa Śambhalā, di rumah brāhmaṇa bernama Viṣṇuyaśa, dari kandungan istrinya, Sumatī'. "

Dalam ayat tersebut Tuhan menyatakan nama tempat kemunculan-Nya serta di keluarga mana Dia akan muncul. Dia juga menyebut nama ibu dan ayah-Nya.

Pasangan kekal-Ku, Lakṣmī, akan muncul juga di bumi dengan nama Padmā, yang lahir dari Kaumudī, istri Raja Bṛhadratha, raja Siṁhalā (Sri Lanka).”

Dalam ayat ini Tuhan bersabda tentang kemunculan pasangan kekal-Nya dan keluarga mertua-Nya. Ini adalah ciri-ciri tentang kemunculan-Nya sehingga umat manusia dengan pikiran sederhana dapat membuat patokan bagaimana mengenali-Nya. Jadi, penting bagi kita untuk menyimak ciri-ciri ini agar kita memahami bahwa tidak sembarang orang bisa dianggap Kalki walaupun memiliki beberapa ciri yang mirip atau ‘dimiripkan’.

Ayat-ayat berikutnya dari Bab Kedua Kalki Purāṇa menyatakan ringkasan misi dan kegiatan Tuhan sebagai Kalki :
Wahai para dewa, bergegaslah. Melalui ekspansi kalian, lahirlah ke bumi. Setelah ini, Aku akan menobatkan dua raja perkasa, Maru dan Devāpi sebagai penguasa dunia. Aku akan memulai kembali Satyayuga dan menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma yang kekal sebagaimana Kulakukan sebelumnya. Aku pasti akan kembali ke Vaikuṇṭha setelah Aku membinasakan ular berbisa bernama Kali.”


KEGIATAN KALKI AVATĀRA
Dalam Kitab Kalki Purana (3.9-10) Resi Paraśurāma, sebagai guru kerohanian Kalki, menjelaskan tugas-tugas yang harus dilakukan-Nya. Mungkin ada keraguan dalam hati kita mengapa Tuhan Yang Mahamengetahui dan sumber segala pengetahuan harus menerima guru kerohanian. Dalam Kitab Suci Veda Bhagavad-gītā, Tuhan Śrī Krishna sendiri bersabda bahwa perbuatan apa pun yang dilakukan oleh teladan masyarakat akan diikuti oleh masyarakat. Tuhan menjelma dalam bentuk avatāra-Nya untuk menegakkan prinsip-prinsip dharma dan memberikan contoh kepada manusia. Karena itu, Tuhan pun menerima guru kerohanian dan mempelajari Veda dengan jalan yang benar agar manusia mengikuti jalan Beliau di kemudian hari, karena Beliau adalah Teladan Tertinggi bagi umat-Nya.

Paraśurāma sendiri adalah seorang avatāra Tuhan yang turun pada Zaman Satyayuga sebelumnya demi membinasakan para raja yang biadab. Paraśurama masih ada di bumi hingga akhir Kaliyuga dan menjadi guru kerohanian Kalki, yang juga adalah Tuhan. Inilah sifat mutlak Tuhan. Beliau tetap satu meskipun Beliau dapat memperbanyak diri dalam bentuk dan tugas berbeda. Selama ini kita mengenal Tuhan sebagai Mahaperkasa, Maha Kuasa, Mahamengetahui, namun kita harus mendapatkan bukti-bukti kemahakuasaan Tuhan yang nyata sehingga kita tidak disesatkan. Contoh Kalki, yang adalah Tuhan, bertemu dengan Paraśurāma yang juga avatāra Tuhan adalah salah satu contoh kemahakuasaan Tuhan yang ditunjukkan-Nya. Kitab Suci Veda tidak hanya memberikan gambaran tentang kemahakuasaan-Nya secara tidak langsung melalui keajaiban-keajaiban alam (vibhuti), namun juga menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan rohani-Nya yang ajaib baik di dunia rohani maupun di alam material sebagai bukti nyata kemahakuasaan-Nya. Kegiatan-kegiatan ajaib Tuhan di bumi dicatat dalam kitab-kitab sejarah yang disebut Itihasa dan Purāṇa. Sayang sekali, orang-orang skeptis yang hanya percaya pada kemampuan indera mereka yang terbatas menganggap bahwa kisah-kisah Purāṇa hanyalah fiksi. Orang-orang seperti itu berkata, “Jika saya melihat, baru saya akan percaya.” Sebenarnya Tuhan berada di segala ruang dan waktu, menatap kita dengan kerlingan mata-padma-Nya yang indah dan penuh kasih, namun karena indera kita masih diselimuti debu keterikatan duniawi, kita tidak sanggup melihat-Nya. Kitab Brahmā Saṁhitā menyatakan, Tuhan hanya bisa dilihat jika seseorang mengembangkan cinta bhakti yang murni kepada-Nya: premāñjana churita bhakti vilocanena santaḥ sadaiva hṛdayeṣu vilokayānti.

Dalam Kitab Kalki Purāṇa, Paraśurāma berkata kepada Kalki,
Kau telah belajar ilmu memanah dari-Ku. Selanjutnya, Kau akan mendapatkan pengetahuan rohani dari Śukadeva Gosvāmī, dan Kau akan dihadiahi senjata yang hebat oleh Dewa Śiva. Kemudian, Kau akan menikahi putri Kerajaan Siṁhalā (Sri Lanka) yang bernama Padmāvatī. Misi-Mu adalah untuk menegakkan kembali sanatana dharma, agama yang kekal bagi umat manusia. Kau akan menaklukkan seluruh muka bumi dan membunuh raja-raja biadab yang adalah wakil-wakil kepribadian Kali. Kau akan membinasakan para ateis dengan doktrin-doktrin palsu mereka. Pada akhirnya, Kau akan menyerahkan kedaulatan atas buimi kepada Devāpi dan Maru.”

Dinyatakan dalam ayat tersebut bahwa Tuhan Kalkideva bertugas membinasakan agama-agama palsu yang sesungguhnya mengajarkan paham ateis. Dalam berbagai Purāṇa dinyatakan bahwa orang-orang pada Zaman Kali begitu merosot sehingga agama hanya dijadikan kedok namun sesungguhnya hanyalah kumpulan paham-paham impersonal atau ateistik yang tidak mengakui bentuk rohani Tuhan atau hakikat dasar dari sang atma atau jiwa. Semua paham palsu dan ateis itu akan dihancurkan pada akhir Zaman Kali. Ini adalah misi Tuhan sebagai Kalki pada akhir zaman ini yang kebanyakan menganggapnya sebagai ‘akhir zaman’ saja. Akan tetapi, Veda tidak berakhir ketika akhir Zaman Kali. Ketika segala sesuatu berakhir dalam akhir Zaman Kali, ajaran-ajaran Veda tetap ada dan para penganutnya tetap ada, entah di bumi atau di planet-planet lain di seluruh penjuru semesta, karena Tuhan akan mewahyukan lagi Veda di masa yang akan datang, berkali-kali lagi, dan berkali-kali lagi. Jika seandainya seluruh manusia musnah pada ‘akhir zaman,’ Tuhan akan menurunkan lagi Manu berikutnya untuk menurunkan lagi ras manusia dengan cara yang sama. Jika seluruh peradaban Veda dimusnahkan dan seluruh kitab sucinya dihancurkan, maka Tuhan Śrī Krishna akan datang lagi untuk menyelamatkannya, para ācārya dan resi-resi dari susunan planet atas akan menerima wahyu-Nya lagi dengan cara yang sama, dan Resi Vyāsadeva akan menulisnya lagi dengan cara yang sama pula. Inilah satu lagi bukti nyata kekuatan Tuhan bagi seluruh makhluk-Nya dan sifat mutlak dari sanatana dharma. Ketika doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran lain musnah ditelan zaman dan para pengikutnya lenyap pada ‘akhir zaman,’ Veda dan para penganut sanatana dharma masih ada, dan Tuhan Śrī Krishna akan menurunkan Veda lagi dan disebarkan dengan cara yang sama nun jauh di masa depan ketika dunia melewati apa yang kini digaungkan sebagai ‘akhir zaman’.

Dalam Kalki Purana (20.33-35) dinyataan bagaimana Tuhan Kalkideva akan memburu penguasa kegelapan zaman ini, yaitu kepribadian Kali. Tuhan Kalki akan pergi ke tempat bersarangnya penguasa Zaman Kali, yang dinyatakan sebagai sarang segala makhluk yang mendatangkan kesialan seperti hantu, rubah dan serigala. “Tempat bersarangnya Kali diwarnai dengan aroma menyengat dari daging sapi busuk yang dimakan gagak dan burung hantu. Tempat bersarangnya kepribadian Kali bisa ditemukan di mana ada perjudian dan mabuk-mabukan serta di mana wanita senantiasa bertengkar. Tempat-tempat seperti itu selalu menjadi sumber masalah dan ketakutan. Laki-laki di tempat itu dikendalikan wanita,” itu berarti bahwa mereka sepenuhnya berada dalam pemuasan indriya yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip moral.

Mengapa Tuhan memburu kepribadian Kali dijelaskan lebih lanjut dalam Kalki Purana (1.22-24).
Semua wakil kepribadian Kali adalah para penghancur korban suci, pembelajaran Veda, dan kedermawanan karena mereka membuat prinsip-prinsip Veda merosot. Mereka adalah sumber kecemasan, penyakit, usia tua, kehancuran prinsip-prinsip dharma, kesedihan, penyesalan dan ketakutan. Pengikut-pengikut kepribadian Kali ini ditemukan sedang berlalu-lalang di wilayah kekuasaannya sambil menghancurkan kehidupan manusia. Orang-orang yang menjadi korbannya ditela oleh waktu, menjadi kalut, bernafsu, sangat berdosa, sombong dan kejam bahkan terhadap ayah dan ibu mereka sendiri. Bahkan mereka yang dikenal sebagai golongan dvijati yang lahir dua kali secara rohani kehilangan sifat-sifat yang baik, tidak beretika dan sibuk melayani golongan rendah yang biadab dan bodoh.” Ini berarti bahwa orang-orang yang tekun dalam rohani terpaksa melayani mereka yang memiliki kekayaan untuk bertahan hidup.

Uraian tentang kaum brāhmaṇa yang merosot di masa depan dijabarkan lebih lanjut dalam Bab 1 Kalki Purāṇa :
Jiwa-jiwa yang jatuh ini gemar mendiskusikan argumentasi yang kering, dan mereka menggunakan agama sebagai mata pencaharian, mengajarkan Veda sebagai profesi untuk mencari uang. Mereka jatuh dari standar pelaksanaan tirakat-tirakat suci. Mereka menjual anggur dan hal-hal menjijikkan lain termasuk daging. Mereka bertabiat bengis, dan selalu ingin memuaskan nafsu perut dan kelamin. Karena hal ini, mereka memburu istri orang lain dan selalu dalam keadaan mabuk. Mereka tidak dilahirkan dari pasangan ayah-ibu yang menikah dengan benar, dan ukuran tubuh mereka pendek namun selalu melakukan perbuatan berdosa, misalnya menipu. Mereka umumnya tinggal di tempat keramat, dengan usia hidup hanya enam belas tahun, bergaul dengan orang-orang buangan, dan hanya menganggap saudara ipar laki-lakinya sebagai teman dan keluarga.”

Kitab Śrīmad-Bhāgavatam (12.2.19-20) menerangkan kegiatan Tuhan Kalkideva sebagai berikut: “Kalki, yang adalah Tuhan bagi seluruh semesta, akan menunggangi kuda Devadatta-Nya yang tangkas. Dengan pedang di tangan, Dia berkeliling dunia dengan memperlihatkan delapan jenis kesempurnaan mistik dan delapan sifat ketuhanan-Nya. Dengan menunjukkan kecemerlangan-Nya yang tiada tara dan kecepatan-Nya dalam berkuda, Dia akan membunuh jutaan penjahat yang berani menyamar menjadi raja.”

Kita bisa menyimak uraian ini dan mengambil kesimpulan bahwa sebagaimana uraian otentik Kitab Suci Veda, ketika Tuhan membunuh siapa pun, orang itu segera disucikan karena sentuhan-Nya dan karena orang yang dibunuh itu melihat Tuhan pada saat kematiannya. Sehingga, orang yang dibunuh langsung oleh Tuhan mencapai tempat yang sama dengan para yogi yang menghabiskan bertahun-tahun memusakan pikiran pada bentuk rohani Viṣṇu dan meninggalkan badannya sambil ingat kepada-Nya. Jadi, dibunuh oleh Tuhan adalah keuntungan besar bagi para penjahat yang bermental iblis. Jika tidak, mereka akan memasuki planet-planet gelap bahkan neraka setelah kematian mereka. Akan tetapi, ini bukan menjadi alasan bagi setiap orang untuk menjadi jahat dan berharap Tuhan akan datang untuk membunuh. Seorang penjahat kelas teri tidak perlu diurusi oleh pasukan antiteror atau jenderal militer. Begitu juga, hanya penjahat yang luar biasa kuat dan tangguh yang mendapat kesempatan untuk dibunuh Tuhan, seperti Hiraṇyākṣa dan Hiraṇyakaśipu, Rāvana, atau Śiśupāla yang tidak bisa dibunuh bahkan oleh para dewa, apalagi dengan senjata-senjata biasa buatan manusia.

Kitab Mahābhārata (Vana Parva, 190.1-6) menguraikan beberapa kegiatan Kalki. Resi Markandeya berkata,
Setelah memusnahkan semua penjahat, Dia menyerahkan bumi kepada para brāhmaṇa dalam sebuah upacara kuda (aśvamedha) yang besar. Setelah menegakkan prinsip-prinsip Veda yang disabdakan oleh Brahmā, Dia yang melakukan kegiatan mulia dan agung itu akan masuk ke tengah hutan yang damai. Penduduk bumi akan mengikuti jejak langkah-Nya. Setelah para penjahat dan perampok dibinasakan oleh para brāhmaṇa, akan ada kesejahteraan lagi di bumi. Ketika bumi diberikan kepada para brāhmaṇa terkemuka itu, Tuhan akan menanggalkan pakaian kulit rusa-Nya, meletakkan tombak, trisula dan senjata-Nya yang lain [karena tugas-Nya telah usai]. Karena Tuhan pun menghormati para brāhmaṇa yang berkualifikasi dan lahir dua kali melalui proses penyucian Veda, Dia rela turun untuk membunuh para penjahat. Kalki akan berkeliling dunia dengan dipuji oleh para brāhmaṇa yang terkemuka. Teriakan-teriakan ‘ayah!’ ‘ibu!’ ‘anakku!’ akan bergema ketika Dia membunuh para penjahat dan perampok.”

Kitab Viṣṇnu Purāṇa (Skanda 4, Bab 24) menjelaskan juga kegiatan-kegiatan Tuhan Kalki:
Dengan kekuatan-Nya yang tiada batas, Dia membunuh semua mleccha dan penjahat, dan semua orang yang pikirannya busuk. Dia akan menegakkan kembali kebenaran di bumi, dan kesadaran rohani orang-orang yang masih hidup pada saat itu akan dibangkitkan, dan akan menjadi sebening kristal. Orang-orang yang dibangkitkan kesadaran rohaninya itu akan menjadi benih-beih awal manusia, dan akan menurunkan ras manusia yang mengikuti aturan dharma pada Zaman Satya, zaman kemurnian. Sebagaimana dinyatakan, ‘ketika matahari dan bulan, rasi bintang Tiṣya, dan Planet Jupiter berada dalam satu koordinat nakṣatra, zaman Satya akan kembali.’ “

Kitab Agni Purana (16.10) juga menyatakan bahwa Tuhan Śrī Hari, setelah menjelma menjadi Kalki dan menunaikan tugas-Nya, akan kembali ke dunia rohani, Vaikuṇṭha, dan Zaman Satya akan kembali sebagaimana sebelumnya.

Informasi tambahan yang bisa membantu kita mengerti tentang kegiatan-kegiatan Kalki-avatāra ditemukan dalam Kitab Liṅga Purāṇa, Brahmāṇḍa Purāṇa, dan Kitab Vāyu Purāṇa. Dalam kitab-kitab ini kita bisa menemukan penjelasan mengenai Tuhan Kalkideva yang muncul di masa depan dan juga bagaimana ia muncul dalam inkarnasi nun jauh sebelumnya sebagai Pramiti dalam periode Manvantara Svayambhuva (Manu pertama, kini kita hidup di periode Manu ketujuh, Vaivasvata). Ketika pada masa itu Kaliyuga menjelang berakhir, dan setelah berpulangnya Bṛghu (atau untuk membinasakan keturunan Bṛghu, yang tentunya berbeda dengan Resi Bṛghu yang adalah penyembah Tuhan Śrī Krishna), Kalki (Pramiti) muncul dalam dinasti bulan (candra-vaṁśa). Dia berkeliling dunia tanpa terlihat oleh makhluk hidup lain. Dia memulai gerakan-Nya pada usia 32 tahun dan menggetarkan dunia selama dua puluh tahun. Dia memimpin pasukan kuda, kereta dan gajah, dengan dikelilingi beribu-ribu brāhmaṇa yang murni dan persenjataan [karena yang bertugas adalah para brāhmaṇa, persenjataan mereka bisa jadi adalah persenjataan brāhmaṇa yang diaktifkan dengan mantra, seperti senjata brahmāśtra. Jadi, bukan senjata-senjata biasa seperti pisau, pedang, tombak, senapan atau bom biasa]. Walaupun orang-orang jahat berusaha mengalahkan Tuhan, mereka semua, yang terdiri atas nabi-nabi palsu, pengajar agama palsu dan raja-raja mleccha yang licik, akan dibinasakan oleh Tuhan.

Dalam inkarnasi Beliau sebagai Kalki pada zaman sebelumnya, Tuhan membunuh para Udicya (orang-orang dari utara), Madhya Deshya (orang-orang di wilayah tengah), Purvatiya (penghuni gunung), Pracya (orang-orng timur), Praticya (orang-orang barat), Dakshinatya (di selatan India), Simhala (Sri Lanka), Pahlava (suku normadik berkulit putih di Pegunungan Kaukasus), Yadava (daerah Eropa timur dan Yunani), Tushara (orang-orang Mandhata, India, atau Tukharistan kini), Cina (orang-orang Cina), Shulika, Khaśa, dan suku-suku Kiraṭa (suku-suku Aborigin yang hidup di India timur-laut dan Nepal) serta pada Vriśala.

Tiada seorang pun yang bisa mengalangi-Nya ketika Tuhan Śrī Hari meluncurkan senjata cakra-Nya dan membunuh orang-orang barbar. Ketika tugas-Nya selesai, Dia beristirahat di antara Sungai Gaṅgā dan Yamunā dengan para menteri dan pengikut-Nya. Dia hanya menyisakan sedikit manusia yang tersebar di muka bumi yang akan menjadi cikal-bakal generasi selanjutnya pada Zaman Satya. Kemudian, ketika Tuhan Kalki membuka jalan terbitnya zaman keemasan yang baru itu (Satya-yuga) dengan menyucikan bumi dan peradaban dari efek buruk Kaliyuga, Dia kembali ke kediaman kekal-Nya ke Vaikuṇṭha bersama dengan bala tentara-Nya. (Liṅga Purāṇa 40.50-92, Brahmāṇḍa Purāṇa 1.2.31.76-106 & 2.3.73.104-126, Vāyu Purāṇa 58.75-110).


KEMBALINYA ZAMAN KEEMASAN, SATYA YUGA
Mari kita kembali pada uraian terdahulu tentang Tuhan Kalkideva sebagaimana dijelaskan dalam Kalki Purāṇa (24.8). Dalam ayat ini, Śuśānta, permaisuri Raja Śaśidhvaja dari kerajaan Siṁhalā (Sri Lanka), mengungkapkan betapa mujurnya dirinya sehingga bisa menyaksikan kemunculan Tuhan Kalki di bumi.
Wahai Tuhan, karena kemunculan Anda di bumi ini, para penyembah Anda menjadi bangga, dan para brāhmaṇa sekali lagi khusuk dalam pelaksanaan ritual Veda, para dewa menjadi tenteram, Satyayuga datang kembali, prinsip-prinsip keagamaan dipatuhi lagi, dan pengaruh Kaliyuga dimusnahkan. Semoga hamba juga menerima kemujuran atas kemunculan Anda.”

Setelah Tuhan Kalki menghancurkan semua raja, pemimpin dan orang-orang yang keji, serta memusnahkan semua praktik agama yang ateis dan menegakkan prinsip-prinsip sanātana dharma yang kekal, Tuhan Kalki kembali dari pengembaraan-Nya dari seluruh belahan dunia ke Desa Śambhala. Kalki Purana (32.2-5) menjelaskan,
Tuhan Kalkideva selanjutnya tinggal di Desa Śambhala, bersama saudara-saudara-Nya [yang adalah ekspansi kekal-Nya], putra-putra-Nya, keluarga-Nya dan rekan-rekan-Nya selama seribu tahun. Seluruh wilayah Desa Śambhala, yang keadaannya sebaik planet-planet surga, terlihat sangat indah dengan gedung balairung, pintu-pintu gerbang, panggung yang tinggi, dan bendera-bendera yang berkibar tertiup angin di sana-sini. Siapa pun yang meninggal di Desa Suci Śambhala ini segera dibebaskan dari reaksi-reaksi dosa dan mencapai kaki-padma Tuhan Kalkideva. Demikianlah keadaan Desa Śambhala yang dihias menawan dengan bunga-bunga yang mekar, pohon-pohon yang membawa kemujuran, hutan-hutan dan taman-taman, menjadi tempat suci yang menawarkan jalan pembebasan dari penderitaan material.”

Kitab Kalki Purana (28.28-30) juga menyatakan bagaimana Tuhan Kalkideva mengatur dan memerintah dunia sehingga tercipta kedamaian.
Setelah itu, Tuhan Kalki Yang Mahaperkasa melanjutkan lila-Nya di Desa Śambhala, dan Dia menyerahkan Negeri Kaṅkanadeśa dan Kalāpadeśa kepada Raja Viśakhayūpa untuk diperintah. Kemudian, Tuhan memerintahkan putra-Nya, Kṛtavarma, untuk memerintah kerajaan-kerajaan lain seperti Cola, Varvara, dan Karva, yang berada di wilayah Dvārakā. Tuhan Kalki dengan segala hormat mempersembahkan tumpukan permata dan kekayaan lain kepada ayah-Nya, dan dengan cara itu Dia memuaskan semua penduduk Śambhala. Dia tinggal di sana dan memberi contoh hidup sebagai seseorang yang berumah tangga bersama dua istri-Nya yaitu Padmāvatī dan Ramā. Pada saat inilah Zaman Satyayuga dimulai kembali.”

Kitab Kalki Purana (30.2-5) lebih jauh lagi mengaitkan keadaan serba-menyejahterakan ketika Tuhan Kalki memerintah di muka bumi.
Karena Tuhan Kalki duduk di singgasana kerajaan, seluruh Kitab Suci Veda, prinsip-prinsip keagamaan yang kekal (sanatana dharma), kepribadian Satyayuga, para dewa, dan semua makhluk yang bergerak maupun yang tidak bergerak menjadi bahagia sepenuhnya. Di zaman sebelumnya, para brāhmaṇa telah memuja para dewa saja, dan untuk menipu kebanyakan orang, mereka mempraktikkan kekuatan mistik. Ketika Tuhan Kalki berkuasa, semua kegiatan penipuan itu terhenti sehingga di bumi tidak ada lagi orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan orang munafik. Dengan demikian, Tuhan Kalki tinggal di Śambhala dengan bahagia.”


Setelah waktu lama berlalu, tibalah saatnya bagi Tuhan Kalkideva untuk kembali ke dunia rohani, Vaikuṇṭha. Kembalinya Tuhan ke kerajaan-Nya di dunia rohani dinyatakan dalam Kalki Purāṇa (33.13-28).
“[Suatu hari] setelah mendengar doa-doa yang dipanjatkan para dewa, Tuhan Kalki dengan senang hati mengungkapkan kehendak-Nya untuk kembali ke Vaikuṇṭha, dunia rohani bersama rekan-rekan kekal-Nya. Kemudian, Tuhan memanggil keempat putra-Nya yang perkasa yang sangat dicintai rakyat karena kesalehan dan wibawa mereka. Di tangan keempat purta-Nya, Tuhan menyerahkan pemerintahan Kerajaan Śambhala. Tuhan menyapa seluruh rakyat-Nya dan bersabda, “Atas permohonan para dewa, Aku akan kembali ke Vaikuṇṭha.” 

“Ketika para penduduk Śambhala mendengar ini, mereka terkejut dan menangis sedih. Sebagaimana layaknya anak-anak yang merindukan ayah, mereka mulai berkata kepda Tuhan setelah menyampaikan sembah-sujud. Rakyat Śambhala berkata, “Wahai Tuhan yang kami cintai, diri-Mu adalah penegak prinsip-prinsip dharma yang kekal. Tidaklah tepat jika diri-Mu meninggalkan kami karena Engkau senantiasa mengasihi siapa pun yang tulus berserah-diri kepada-Mu. Ke mana pun Engkau pergi, mohon izinkan kami menemani-Mu. Walaupun setiap orang menganggap istri, anak-anak, kekayaan dan tempat tinggal sebagai hal yang paling terkasih, para pelayan-Mu mengerti bahwa Engkau adalah Penikmat Tertinggi yang melenyapkan segala penderitaan kehidupan ini dengan karunia pembebasan yang Kauberikan. Karena kami telah mengetahui diri-Mu sebagai Penguasa Tertinggi, hidup ini kami persembahkan untuk-Mu.”

“Setelah mendengar doa-doa rakyat Śambhala, Tuhan Kalki menenangkan mereka sejauh mungkin lalu Beliau pun berangkat ke hutan bersama kedua istri-Nya yang kekal. Kemudian, Tuhan Kalki, diiringi oleh banyak resi agung, menaiki Pegunungan Himalaya yang dihiasi oleh Sungai Gaṅgā, yang dipuja bahkan oleh para penduduk surga, yang memberikan kebahagiaan dalam hati setiap makhluk. Tuhan Kalki duduk di tepi Sungai Gaṅgā dan menunjukkan wujud-Nya yang berlengan empat sambil bermeditasi pada diri-Nya sendiri. Tuhan tampak cemerlang bagaikan ribuan matahari dan sangat menarik hati. Dia-lah saksi segala sesuatu, Dia-lah yang kekal dan Dia-lah roh yang utama yang bersemayam dalam hati setiap makhluk. Bentuk rohani-Nya yang kekal adalah wujud segala keindahan. Dia memegang śaṅkha (terompet kerang) cakra, gada bunga padma, dan busur sarṅga di tangan-tangan-Nya. Di dada-Nya tergantung permata Kaustubha. Para dewa menaburkan hujan bunga kepada-Nya dan membunyikan alat-alat musik surgawi yang didengar di empat penjuru. 

“Begitulah akhir kegiatan Tuhan Śrī Viṣṇu (Krishna) ketika turun sebagai Kalki. Semua makhluk, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang menyaksikan kembalinya Tuhan ke dunia rohani serentak mengagungkan-Nya dalam suasana hati yang takjub. [Istri-istri Tuhan Kalki] Padmavatī dan Ramādevī melihat bentuk rohani Tuhan dan merasa seolah-olah hidup mereka telah berakhir. Akhirnya, mereka berdua masuk ke dalam api suci dan bersama-sama Tuhan kembali ke Vaikuṇṭha.

“Dalam pada itu, dharma dan kepribadian Satyayuga berkeliling dunia tanpa rasa cemas atas perintah Tuhan. Mereka dengan bahagia tinggal di bumi karena Zaman Satya telah kembali. Atas perintah Tuhan Kalki, dua raja, yaitu Maru dan Devāpi, memulai tugas mereka sebagai pelindung masyarakat dunia.”

Kitab Liṅga, Brahmāṇḍa, dan Vāyu Purāṇa menyatakan bahwa setelah Tuhan Kalkideva kembali ke kediaman kekal-Nya di dunia rohani, dan ketika manusia yang masih hidup pada akhir Kaliyuga tercerahi, zaman berubah seketika dalam waktu semalam. Pikiran setiap orang menjadi cerah sebening kristal, dan Satyayuga, zaman emas, kembali dengan kekuatan yang besar. Manusia kembali menginsafi bahwa setiap makhluk adalah jiwa (atma). Mereka menjadi saleh, menjadi penyembah Tuhan, tentram dan memiliki kesadaran yang jernih. Kemudian, para siddha (makhluk yang tercerahi yang menyembunyikan diri dalam dimensi berbeda selama Zaman Kali) kembali ke dimensi bumi dan dapat dilihat. Mereka datang bersamaan dengan kembalinya Saptaṛṣi, tujuh resi penerima Veda, yang mengajarkan jalan keinsafan rohani, pengetahuan Veda, dan tatanan empat golongan masyarakat. Manusia berangsur-angsur bertambah dan melakukan korban suci Veda, dan para resi dan orang-orang suci kembali menduduki posisi sebagai otoritas kebenaran demi membimbing umat manusia di Zaman Satya yang baru itu.

Bisa kita simpulkan dari rangkuman kegiatan rohani Kalki bahwa Beliau akan hanya menghukum dengan cara membunuh semua raja yang jahat lalu mengawali zaman di mana umat manusia tercerahi, yang kesadaran rohaninya sebening kristal. Penduduk dunia yang baru itu akan menurunkan manusia yang mengikuti sifat-sifat kebaikan pada Zaman Satyayuga.

Śrīmad-Bhāgavatam (12.2.21-24) lebih lanjut menyatakan bahwa setelah semua raja yang licik dibinasakan, sisa penduduk yang tinggal di desa-desa dan perkotaan akan mencium angin semilir yang membawa aroma pasta cendana dari badan rohani dan perhiasan Tuhan, dan pikiran mereka akan menjadi suci. Ketika Tuhan muncul dalam hati mereka dalam bentuk rohani-Nya, sisa penduduk tersebut akan menumbuhkan kembali populasi dunia. Dengan munculnya Tuhan Kalkideva, Satyayuga akan dimulai lagi dan para penduduk akan menurunkan keturunan dalam kualitas kebaikan (sattva-guna). Demikianlah ketika bulan, matahari dan Planet Jupiter berada di Rasi Cancer, dan bersama-sama memasuki rasi Puṣya, saat itulah Satyayuga dimulai lagi.

Oleh karena itu, sebagaimana dinyatakan lagi dalam Śrīmad Bhāgavatam (12.2.34), setelah Kaliyuga berlangsung selama seribu tahun surgawi berdasarkan perhitungan di planet-planet para dewa, Satyayuga akan kembali lagi. Saat itu, pikiran umat manusia akan tercerahi.

Kitab Mahābhārata (Vana Parva, 190.89-92) juga menyatakan kondisi bumi ketika Zaman Satyayuga kembali:
“Makhluk hidup yang dulunya punah karena polusi dan ulah manusia akan kembali lagi, dimulai dengan para brāhmaṇa. Ketika Zaman Satyayuga kembali, makhluk hidup akan berkembang dan memenuhi bumi lagi. Kehendak Tuhan akan ada di bumi ini. Ketika matahari, bulan dan Planet Jupiter (Bṛhaspati-graha) memasuki daerah Bintang Puṣya (Delta Cacnri) di Rasi Bintang Cancer, awan-awan akan kembali mencurahkan hujan setelah musim kemarau dan kelaparan selama beratus-ratus tahun. Pada saat itu, Kaliyuga berakhir dan Satyayuga kembali lagi. Posisi bintang dan planet-planet menjadi mujur. Makhluk hidup, kemakmuran, kesejahteraan dan kedamaian akan berada di seluruh muka bumi.”

Dalam ringkasan ayat Mahābhārata tersebut dapat kita simak bahwa ketika dharma ditegakkan kembali oleh Tuhan Kalki, Planet Bumi memulai proses penyembuhan dan peremajaannya. Makhluk-makhluk yang punah karena polusi dan ketimpangan akibat ulah manusia akan muncul kembali. Planet Bumi memproduksi kebutuhan penghuninya lagi, dan setelah beratus-ratus tahun mengalami kekeringan dan kelaparan, akan ada awan-awan yang menurunkan hujan lagi. Akan ada kedamaian dan keindahan di mana-mana.

Uraian berikut ini dikutip dari Kitab Brahmā Vaivarta Purāṇa mengenai bagaimana pada awal Zaman Satyayuga berikutnya umat manusia akan kembali hidup dalam keharmonisan dengan satu pokok dan tujuan hidup bersama yaitu kemajuan rohani untuk setiap makhluk. “Dengan mencapai keadaan seperti ini, akhir Kaliyuga telah datang dengan bangkitnya tiang dharma yaitu satya (kejujuran), śauca (kesucian), dayā (cinta kasih) dan tapa (pengendalian diri untuk kemajuan rohani) secara penuh bersama-sama dharma itu sendiri. Para brāhmaṇa kan kembali melakukan pertapaan dengan meditasi. Mereka akan sepenuhnya taat pada agama dan mahir dalam pengetahuan Veda. Di setiap rumah akan ada wanita-wanita suci yang mengabdi pada jalan rohani Veda. Akan ada raja-raja bawahan yang tunduk pada dharma mereka sebagai raja yang jujur dan tegas-hukum, mengabdi kepada para brāhmaṇa (kaum cendekia dan pendeta yang memahami tujuan pengetahuan Veda), serta agung, mengabdi kepada dharma dengan melaksanakan kegiatan yang saleh. Para vaiśya (para pedagang yang mengatur ketersediaan pangan dan perlindungan terhadap sapi) akan tekun dalam berdagang dan berbhakti kepada brāhmaṇa dan prinsip-prinsip keagamaan. Kaum śudra (kaum pekerja, artis, penghibur, buruh, dan sebagainya) akan mengabdi dengan baik, mengabdi kepada ajaran-ajaran agama dan mengagungkan para brāhmaṇa. Para golongan dvijati (brāhmaṇa, kṣatriya dan vaiṣya) akan melaksanakan korban suci yajña kepada Tuhan Śrī Viṣṇu. Akan ada para penyembah Tuhan Śrī Viṣṇu (yang disebut para vaiṣṇava) yang senantiasa mengumandangkan nama suci-Nya dan setia berbhakti kepada-Nya. Mereka akan sangat ahli dalam Kitab Veda Smṛti, Śruti dan Purāṇa, serta Kitab Dharmaśāstra. Mereka hanya akan bergaul dengan istri mereka pada saat-saat tertentu yang mujur. Karena itu, Zaman Satya hanya akan dikuasai oleh dharma dan tidak akan ada sedikit pun adharma (peradaban yang tidak sesuai dengan Veda). (Brahmā-Vaivarta Purāṇa, Prakriti Khanda, Bab 7.63-68).

Kitab Mahābhārata juga menyatakan hal yang sama dengan beberapa tambahan tentang bagaimana situasi bumi ketika Zaman Satyayuga atau Kṛtayuga dimulai lagi: “Wahai keturunan Bhārata, ketika Kṛtayuga (Satyayuga) dimulai kembali, dosa-dosa sepenuhnya dilenyapkan dan kebaikan akan menyebar. Manusia sekali lagi tekun dalam kegiatan keagamaan. Kebun-kebun yang indah, tempat pelaksanaan korban suci, tempat penampungan air yang besar, ashram-ashram tempat belajar Veda, kolam dan tempat suci akan kembali muncul di mana-mana; banyak korban suci juga mulai dilakukan. Para brāhmaṇa menjadi jujur dan baik hati. Akan bermunculan resi-resi dan petapa yang khusuk melakukan pertapaan. Tempat pertapaan yang dulunya dihuni para penipu akan berubah menjadi rumah para penyembah Tuhan Śrī Hari. Manusia secara umum akan memuja Tuhan dan mengikui perintah-Nya.Semua benih yang ditebarkan di tanah akan tumbuh. Wahai raja-diraja, tanaman pangan jenis apa pun akan tumbuh pada sembarang musim. Manusia akan banyak berderma, melakukan tirakat suci, dan upacara-upacara sakral Veda. Para brāhmaṇa yang tekun bermeditasi dan melakukan korban suci Veda akan menjadi pribadi-pribadi yang saleh dan bahagia. Raja-raja memerintah dengan adil. Pada Zaman Kṛta (Satya), para vaiśya akan tekun dalam perdagangan, para brāhmaṇa tekun dalam menjalankan enam jenis kewajiban suci, dan para kṣatriya akan sibukmelindungi masyarakat dengan kekuatan mereka. Para śudra akan mengabdi dengan patuh kepada tiga golongan tersebut. Itulah dharma pada Zaman Kṛta, Treta, dan Dvapara.

“Wahai putra Paṇḍu, aku sudah menjelaskan segalanya kepadamu. Aku sudah menjelaskan perputaran zaman baik di masa lalu maupun di masa depan sebagaimana yang dinyatakan oleh Dewa Vāyu dalam Kitab Purāṇa-nya (Kitab Vāyu Purāṇa) yang dipuji oleh para resi. Aku sudah berkali-kali menyaksikan perputaran dunia ini. Aku kini telah memberitahumu apa yang telah kurasakan dan kulihat.” (Mahābhārata, Vana Parva, Bab 191, Ayat 7-17).

Kitab Viṣṇnu Purāṇa (Skanda 4, Bab 1) juga menyatakan bahwa Veda dan prinsip-prinsip agama yang kekal (sanatana dharma, agama yang kekal bagi sang atma), merosot secara bertahap pada akhir setiap yuga.Kitab Śrīmad Bhāgavatam (8.14.4-5) juga membenarkan hal ini dan menambahkan bahwa ada orang-orang suci yang akan menegakkan dharma pada Zaman Satyayuga berdasarkan sistem varṇāśrama-dharma atau pembagian masyarakat berdasarkan sifat dan pekerjaan yaitu caturvarṇa: brāhmaṇa, kṣatriya, vaiśya dan śudra. Ada pula pembagian aśrama, yaitu penggolongan masyarakat berdasarkan tahap kemajuan rohani: brāhmacari, gṛhasta, vanapraṣṭha, dan sannyāsa. Sistem ini adalah sistem sosial terbaik bagi masyarakat, karena golongan-golongan masyarakat diberikan tugas sesuai sifat dan kecerdasannya. Contohnya, para kṣatriya yang memliki karakter jujur, suci dan tegas diberikan posisi dalam administrasi masyarakat dan pemerintahan. Golongan brāhmaṇa yang cerdas dan ahli dalam Veda, korban suci dan pertapaan dijadikan pembimbing masyarakat yang mengarahkan golongan-golongan lainnya. Pada Zaman Kaliyuga, para pemimpin masyarakat dipilih dari golongan yang kurang cerdas sehingga masyarakat menjadi kacau.

Kitab Viṣṇu Purāṇa lebih lanjut menjelaskan bahwa tujuh resi penjaga Veda (saptaṛṣi) bertugas memastikan bahwa peradaban Veda tetap ditegakkan di seluruh alam semesta. Ketujuh resi ini, yang diganti setiap satu periode Manvantara, tinggal di sistem planet yang lebih tinggi dan kadang-kadang turun untuk mengajarkan pengetahuan Veda dalam garis perguruan rohani dari zaman ke zaman. Jadi, walaupun kelihatannya peradaban Veda dan pengetahuan Veda menghilang dari muka bumi pada suatu waktu karena pengaruh kegelapan, peradaban dan pengetahuan Veda masih tetap dipelihara di bagian lain alam semesta atau di bumi ini sendiri namun disembunyikan oleh tenaga luar Tuhan Śrī Krishna (disebut tenaga mahāmāyā) sehingga manusia yang iri hati kepada Tuhan, orang-orang ateis atau orang-orang yang berniat menghancurkan peradaban Veda tidak bisa menjangkaunya. Kemudian, pada waktu yang tepat, para otoritas Veda (para resi atau ācārya) akan menyebarluaskannya lagi ke seluruh belahan dunia.

Sebagai contoh, diramalkan dalam Kitab Śrīmad Bhāgavatam dan Viṣṇu Purāṇa bahwa ada dua raja yang sedang menunggu akhir Zaman Kali, yaitu Devāpi dan Maru. Kedua raja ini berasal dari Dinasti Bulan (Candravaṁśa) dan Dinasti Matahari (Sūryavaṁśa). Pada tiga zaman sebelum Zaman Kali, bumi selalu diperintah oleh raja-raja yang saleh dari kedua dinasti ini. Dinasti Bulan diturunkan oleh Dewa Candra (Soma), mencapai masa keemasan pada Zaman Dvaparayuga dan berakhir pada akhir Zaman Dvapara. Contoh raja-raja dari Dinasti Candra (bulan) antara lain Pururāva, Yayati, Yudhiṣṭhira, Ugrasena, dan Vasudeva. Dinasti Bulan terbagi menjadi banyak cabang, yang paling terkemuka antara lain: Bhāratavaṁśa (garis leluhur para Paṇḍava), Yaduvaṁśa (garis leluhur Dinasti Yadu), dan Bhojavaṁśa (garis leluhur Dinasti Bhoja). Sementara itu, Dinasti Sūrya diturunkan oleh Dewa Matahari (Sūrya). Dewa Sūrya memiliki putra bernama Vaivasvata, dan Vaivasvata menurunkan putra bernama Ikṣvāku. Dari Ikṣvāku, raja-raja Dinasti Matahari yang memerintah Bumi diturunkan. Beberapa raja dari Dinasti Sūrya yang terkenal karena kesalehan mereka antara lain: Mandhata (mendapatkan karunia dari pelaksanaan puasa Ekadāśī untuk menyenangkan Tuhan Śrī Krishna), Sagara, Bhagirātha (yang memohon agar Sungai Gaṅgā turun ke bumi untuk menyelamatkan roh leluhurnya), Rāghu, Ambariṣa (penyembah-murni Tuhan Śrī Krishna), Dasarātha, dan Rāmacandra (inkarnasi Tuhan). Dinasti Sūrya mencapai masa keemasan pada Zaman Satyayuga dan Tretayuga. Pahlawan-pahlawan dan raja-raja besar dari Dinasti Sūrya bahkan sering membantu para dewa dalam berperang melawan para asura (iblis).

Raja Devāpi adalah kakak kandung Mahārāja Santanu, ayah Bhīṣma, sedangkan Raja Maru adalah salah satu keturunan Ikṣvāku. Mereka akan membangun kembali dinasti raja-raja yang saleh dan membantu menegakkan prinsip-prinsip agama dalam masyarakat. Hingga saat ini, melalui kekuatan yoga mistik dan pengaturan napas hidup yang didapatan atas karunia Tuhan Śrī Krishna, mereka masih hidup sepanjan zaman ini di sebuah Desa bernama Kalapa. Mereka menunggu akhir Kaliyuga saat Tuhan turun kembali. Lalu, ketika Satyayuga dimulai, di bawah perintah langsung Tuhan Kalki, mereka akan kembali dalam garis keturunan Manu untuk memerintah dunia berdasarkan prinsip-prinsip dharma yang kekal,Sanātana-dharma, dan menegakkan sistem varṇāśrama, yang adalah sistem masyarakat terbaik demi kedamaian, kemajuan materi dan keinsafan rohani. Keduanya akan menjadi raja besar dan memerintah dengan bijak. (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.37-38, dan Viṣṇu Purāṇa, Skanda 4, Bab 24).

Kitab Śrīmad Bhāgavatam (9.12.6) menjelaskan mengapa kedua raja itu, Maru dan Devāpi, bisa tetap hidup dalam jangka waktu yang sangat lama dan apa misi mereka di masa depan: “Setelah menerima kesempurnaan dalam kekuatan yoga mistik dengan praṇāyama atau pengendaian napas, Maru tetap hidup di sebuah desa bernama Kalāpa-grāma. Pada akhir Kaliyuga, dia akan membangun kembali Dinasti Sūrya yang hilang dengan mendapatkan seorang anak
”Demikianlah, atas aturan Tuhan Śrī Krishna, ada orang-orang yang menjadi penjaga pengetahuan rohani Veda yang mengandung ajaran-ajaran agama tertinggi yaitu bagaimana mencapai tujuan sejati kehidupan dengan kembali kepada Tuhan. Para penjaga dharma ini akan melindungi ajaran-ajaran Sanātana-dharma hingga tiba saatnya dibangkitkan kembali".

Setelah segala sesuatunya rampung, sebagaimana dinyatakan dalam Śrīmad-Bhāgavatam (12.2.39), putaran keempat zaman yaitu Satya, Treta, Dvapara, dan Kali akan kembali berulang dengan rangkaian kejadian yang serupa.

Kalki Purāṇa menutup uraian kegiatan rohani Tuhan Kalkideva dengan ayat ini :
"Mereka yang terus-menerus mendengar dan membaca keagungan rohani Kalki, yang adalah avatāra dari Tuhan Mahā-Viṣṇu dengan cinta kasih, segala ketidakmujuran dalam hatinya dilenyapkan hingga tak tersisa.”

Sekian -
Sumber


Bila anda menyukai artikel ini, klik tombol 'Like'. Dan bila anda ingin membagikan artikel ini di facebook, klik tombol 'Send' atau tombol 'Share'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa berkomentar nggih semeton :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...